TUGAS DESAIN WEB 2

UTS A 410 060 155 (WIndri Widiesta Dhari)

UTSGanjil 2009/2010Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanProgram studi pendidikan matematika
Ujian Tengah Semester Soal Versi 1
Hyperlink:
    1.Link ke UMS2.Link ke Google
Penggunaan Superscript, Subscript dan List
    i. X2+2X+16ii.H2O

  • X2+2X+16H2O


    a.Nama=Tintus Widianto
    b.NIM=A 410 060 180
    c.Pengampu=Jan Watoro,ST
    d.Kelompok=C




baru 3

















BLOG

MATEMATIKA TINTUS

Profile
About

PILIHAN

PEMBELAJARAN KONTRUKTIFIS

GAMBAR

MODEL PEMBELAJARAN

A. Kontekstual

B. Kontruktifis

MATERI

Teorema Phytagoras

Hakikat pembelajaran Konstruktivisme


Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.

Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.

Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.

Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.).

Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik

Fornot mengemukakan aaspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian orang itu berkembang.

Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.

Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.

Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1), mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal development. Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.



baru 2















BLOG

MATEMATIKA TINTUS

Profile
About

PILIHAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

GAMBAR

MODEL PEMBELAJARAN

A. Kontekstual

B. Kontruktifis

MATERI

Teorema Phytagoras

LATAR BELAKANG PENDEKATAN KONSTEKTUAL


Pendekatan kontekstual sudah lama dikembangkan oleh John Dewey pada tahun 1916,yaitu sebagai filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa. Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dikembangkan oleh The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning, yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat melalui Direktorat PLP Depdiknas.

Pendekatan kontekstual lahir karena kesadaran bahwa kelas-kelas di Indonesia tidak produktif. Sehari-hari kelas-kelas di sekolah diisi dengan “pemaksaan” terhadap siswa untuk belajar dengan cara menerima dan menghapal. Harus segera ada pilihan strategi pembelajaran yang lebih berpihak dan memberdayakan siswa

Adapun yang melandasi pengembangan pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benar mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey pada awal abad 20 yang lalu.

Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan sekedar mengetahuinya. Sebab, pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Inilah yang terjadi pada kelas-kelas di sekolah Indonesia dewasa ini. Hal ini terjadi karena masih tertanam pemikiran bahwa pengetahuan dipandang sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal, kelas berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, akibatnya ceramah merupakan pilihan utama strategi mengajar. Karena itu, diperlukan


  1. sebuah pendekatan belajar yang lebih memberdayakan siswa

  2. kesadaran pada diri siswa tentang pengertian makna belajar bagi mereka, apa manfaatnya, bagaimana mencapainya, dan apa yang mereka pelajari adalah berguna bagi hidupnya.

  3. posisi guru yang lebih berperan pada urusan strategi bagaimana belajar daripada pemberi informasi

PENGERTIAN

Beberapa pendapat tentang konstektual dikemukakan oleh

1.Nurhadi(2002,h.5)

“Pembelajaran konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, permodelan dan penilaian sebenarnya”.


2. Erman Suherman (2003, h. 3)

“Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Leaning, CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan, berdialog, atau tanya jawab) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat ke dalam konsep yang dibahas”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan konstektual memberikan penekanan pada penggunaan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan, permodelan, informasi dan data dari berbagai sumber. Dalam kaitan dengan evaluasi, pembelajaran dengan konstektual lebih menekankan pada authentik assesmen yang diperoleh dari berbagai kegiatan.Pendekatan kontekstual dalam buku Pendekatan Kontekstual yang diterbitkan oleh DEPDIKNAS tahun 2002,Pembelajaran Kontekstual (contextual Teching and Leaning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

3. Joshua (2003, h. 2) mengemukakan :

“Pembelajaran konstektual adalah suatu konsep tentang pembelajaran yang membantu guru-guru untuk menghubungkan isi bahan ajar dengan situasi-situasi dunia nyata serta penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja serta terlibat aktif dalam kegiatan belajar yang dituntut dalam pelajaran”.

Pendekatan kontekstual ini merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siwa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Tugas guru dalam kelas kontekstual ini adalah membantu siswa mencapai tujuannya, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan srtategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi anggota kelas (siswa).

Pendekatan kontekstual ini perlu diterapkan mengingat bahwa sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal. Dalam hal ini fungsi fungsi dan peranan guru masih dominan sehingga siswa menjadi pasif dan tidak kreatif. Melalui pendekatan kontekstual ini siswa diharapkan belajar denga cara mengalami sendiri bukan menghapal.


Dari Pendapat para ahli dapat diketahui pegertiannya adalah sebagai berikut :

  1. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat

KARAKTERISTIK PENDEKATAN KONSTEKTUAL

 Kerjasama

 Saling menunjang

 Menyenangkan, tidak membosankan

 Belajar dengan bergairah

 Pembelajaran terintegrasi

 Menggunakan berbagai sumber

 Siswa aktif

 Sharing dengan teman

 Siswa kritis guru kreatif

 Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain

 Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain



baru 1

















BLOG

MATEMATIKA TINTUS

Profile
About

PILIHAN

MODEL PEMBELAJARAN

GAMBAR

MODEL PEMBELAJARAN

A. Kontekstual

B. Kontruktifis

MATERI

Teorema Phytagoras

Menurut Muhith (2008) model diartikan sebagai deskripsi dari realitas yang ada. Model merupakan bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu (Suprijono, 2009 : 45).

Joice dan weil mengatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memberi petunjuk pada pengajar di kelas (Isjoni, 2009 : 49). Sedangkan menurut Agus Supriyono pemerhati pendidikan mengatakan bahwa model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran (Suprijono, 2009 : 46).

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas maka model pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola pembelajaran matematika yang melukiskan prosedur sistematis dalam melaksanakan pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika.

Untuk memilih model yang tepat maka perlu diperhatikan relevansinya dengan tujuan pembelajaran. Menurut Hasan pemerhati pendidikan model pembelajaran dikatakan baik apabila memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut :

  1. Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik.
  2. Sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan.
  3. Dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru.
  4. Tak ada metode manapun yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis materi, dan proses belajar yang serupa. ( Isjoni, 2009 : 50)



TUGAS WEB












BLOG

MATEMATIKA TINTUS

Profile
About

PILIHAN

HOME

GAMBAR

MODEL PEMBELAJARAN

A. Kontekstual

B. Kontruktifis

MATERI

Teorema Phitagoras


Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pasti. Banyak yang mengatakan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit. Sebagian besar siswa manganggap bahwa matematika merupakan momok dalam belajar karena menggunakan simbol-simbol yang sulit untuk dimengerti. Kadang mereka juga menganggap belajar matematika kurang menyenangkan dan kurang aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.

Terdapat beberapa hal yang menyebabkan anggapan seperti di atas, diantaranya :

1. Metode mengajar yang digunakan oleh guru.

Metode mengajar yang digunakan sering kali membuat siswa jenuh yaitu dengan memberikan materi dan memberikan tugas atau dikenal dengan ceramah dan tanya jawab. Metode ini merupakan metode klasik yang dilakukan oleh guru yang akan membuat siswa kurang respon terhadap pembelajaran. Sebaiknya metode mengajar ini dikembangkan dengan menggunakan contoh-contoh yang abstrak dalam kehidupan sehari-hari

2. Kondisi kelas

Kondisi kelas sangatlah mempengaruhi terhadap pembelajaran, semakin kondisi baik maka siswaq akan merasa senang dan nyaman dalam mengikuti pembelajaran. Sehingga materi matematika yang di sampaikan menjadi lebih dipahami oleh siswa.

3. Media yang digunakan dalam pembelajaran

Pembejaran yang menggunakan media tentu saja akan menarik bagi siswa. Sehingga dengan adanya perkembangan teknologi ini maka menuntut guru untuk dapat menggunakan atau mengaplikasikan media pembelajaran untuk membantu menjelaskan materi matematika kepada siswa. Media pembelajaran ini juga bisa membuat materi matematika yang dianggap abstrak menjadi lebih nyata dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.





PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN DIRI

PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN DIRI